nota : ini telah di-copy dan paste drpd blog Cikgu shahnun tanpa ijin mahupun permisi, maaf cikgu.
Ketika Allah Menjadi Alasan Paling Utama
Bismillahir-Rahmanir-Rahim....
Kepada yang ingin menikah tapi sampai sekarang belum menikah, kepada yang sering berdoa dipertemukan dengan jodohnya tetap belum dipertemukan, kepada para pasangan yang sudah ingin menikah tetapi belum dimuluskan jalannya menuju pernikahan, ada baiknya surat dibawah ini menjadi renungan bersama. Surat yang ditulis oleh seorang istri kepada suaminya. Selamat membaca… dan merenung ;)
Suamiku, ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan untuk menerima pinanganmu dan berpasrah ketika kau berkehendak menyegerakan pernikahan kita.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berani memutuskan dengan siapa aku akan menikah. Aku tidak banyak ragu tentang dirimu, kau jemput aku di tempat yang Allah suka, dan satu hal yang pasti, aku tidak ikut mencampuri ataupun mengatur apa-apa yang menjadi urusan Allah. Sehingga aku dinikahi seorang lelaki shalih, tegar, dan menjadi komitmenku berbakti kepada suami.
Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka aku berusaha sekuat tenaga untuk tidak melihat segala kekurangan suamiku. Dan sekuat tenaga pula, aku mencoba membahagiakan dia. Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka menitis air mataku saat melihat segala kebaikan dan kelebihan suamiku, yang rasanya sulit aku tandingi. Ketika Allah menjadi alasan paling utama, maka akupun berdoa, Ya Allah, jadikan dia, seorang lelaki syurga, suami dan ayah anak-anakku, yang dapat menjadi jalan menuju syurga-Mu. Amin.
Telah menjadi azamku, kalau Allah menjadi alasan paling utama untuk menikah, maka seharusnya tidak ada lagi istilah, mencari yang cocok, yang ideal, yang menggetarkan hati, yang mententeramkan jiwa, yang…..yang.…yang……dan 1000 “yang”…… lainnya….. Kerana semua itu baru akan muncul justru setelah melewati jenjang pernikahan. Niatkan semua karena Allah dan harus yakin kepada Sang Maha Penentu segalanya.
Ketika usiaku 20 tahun, aku sudah memiliki niat untuk menikah, meskipun hanya sekadar niat, tanpa keilmuan yang cukup. Kerana itu, aku meminta jodoh kepada Allah dengan banyak kriteria. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.
Ketika usiaku 21 tahun, semua orang-orang yang ada di sekelilingku, terutama orang tuaku, mulai bertanya pada diriku dan bertanya-tanya pada diri mereka sendiri. Maukah aku segera menikah atau mampukah aku menikah? Dalam doaku, aku kurangi permintaanku tentang jodoh kepada Allah. Rupanya masih terlalu banyak. Dan Allah-pun belum mengabulkan niatku.
Ketika usiaku 22 tahun, aku bertekad, bagaimanapun caranya, aku harus menikah. Saat itulah, aku menyedari, terlalu banyak yang aku minta kepada Allah soal jodoh yang aku inginkan. Mulailah aku mengurangi kriteria yang selama ini menghambat niatku untuk segera menikah, dengan bercermin pada diriku sendiri.
Ketika aku minta yang tampan, aku berpikir sudah cantikkah aku?
Ketika aku minta yang cukup harta, aku berpikir sudah cukupkah hartaku?
Ketika aku minta yang baik, aku berpikir sudah cukup baikkah diriku?
Bahkan ketika aku minta yang soleh, bergetar seluruh tubuhku sambil berpikir keras di hadapan cermin, sudah solehahkah aku?
Ketika aku meminta sedikit….. Ya Allah, berikan aku jodoh yang sehat jasmani dan rohani dan mau menerima aku apa adanya, masih belum ada tanda-tanda Allah akan mengabulkan niatku.
Dan ketika aku meminta sedikit…sedikit…sedikit…lebih sedikit….. Ya Allah, siapapun lelaki yang meminangku langsung kuterima ajakannya untuk menikah tanpa banyak bertanya, beerti dia jodohku. Dan Allah-pun mulai menujukkan tanda-tanda akan mengabulkan niatku untuk segera menikah. Semua urusan begitu cepat dan mudah aku laksanakan. Alhamdulillah, ketika aku meminta sedikit, Allah memberi jauh lebih banyak. Kini, aku menjadi isteri dari seorang suami yang berilmu, bijaksana, dan menerimaku apa adanya.
No comments:
Post a Comment